CERITA MISTERI

TANGAN TANGAN IBLIS


SELAYANG PANDANG

Anda mungkin tidak tertarik, akan cerita ini, Tentang tangan wanita cantik yang mulus, yang dirawat dengan warna kukunya dihiasi warna kutek merah jingga, atau tangan lelaki petinju yang kekar dan berurat urat kasar pada telapaknya, juga tangan seorang petani yang kasar yang setiap hari mencangkul.
Dalam cerita ini adalah potongan tangan Iblis yang jahat dan menteror dan membunuh manusia, tapi anda tidak perlu takut, sebab Iblis atau Setan selalu mengintai anda dalam duduk, tidur dan dalam kesendirian. Sebenarnya tidak jauh dari diri anda sendiri,
Setan atau Iblis bersembunyi direlung hati ataupun dikuduk anda, Terlebih bila anda berada dalam kegelapan malam dan ditempat tempat sunyi anda cepat sekali tersentuh perasaan takut pada setiap bayangan yang bergerak.
Sesungguhnya Setan atau Iblis itu takut pada manusia, karena itu anda tidak perlu takut, sebab perasaan takut itu merupakan senjata ampuh bagi Setan atau Iblis untuk menguasai anda Apa bila iman anda kuat Setan atau Iblis tidak akan menggangu anda PERCAYALAH….
Jadi janganlah risau tentang Iblis atau Setan kalau dalam diri sudah terperisai oleh Iman, mereka akan mencair bersama dengan detak jantung anda dengan ke Imanan kepada Allah semata “ LA ILAHA ILLALLAH “. Artinya “ Tiada Tuhan yang disembah selain Allah “. Perbanyaklah zikir dan selawat kepada RASULLULLAH untuk mengisi kekosongan jiwa anda.
Ups…Saya terlalu banyak berkotbah, tapi tidak ada salahnya untuk mengingatkan anda sebelum membaca cerita ini.

Cerita ini kuangkat dari cerita ayahku tercinta...........


PULANG….

Setelah menumpang bis semalam penuh aku, tiba pada pagi harinya Di desa Blang Malu, aku turun didepan kedai kopi, aku mampir untuk sarapan pagi.
Pagi ini masih terasa sepi. Hanya satu dua orang yang tampak sedang bersiap siap turun ke sawah, deretan kedai kedai, toko toko tua masih tutup. Hanya kedai ini yang telah buka yaitu kedai Pak Bugis. Pagi ini banyak yang mampir mengecap pisang goreng, ketan bakar dan minup segelas kopi. Seingatku Pak Bugis berdagang sejak aku kecil, Dia lupa padaku, karena sudah 19 tahun aku pergi meninggalkan desa kelahiranku
“ Satu kopi pahit pak “ pintaku
Pak Bugis menoleh padaku tidak acuh, aku mengulangi lagi, dan ketika ia melihatku sejenak ia tercenung.
“ Kenapa ….Lupa ya ama saya “ sapaku
“ Ya maklumlah sudah semakin tua, siapa kau Nak ?..” tanyanya ragu ragu
“ Cobalah perhatikan, masa bapak lupa “ ujarku
Lalu ia mengangguk ngangguk berpikir “ Sungguh mati saya lupa, apakah anak bersal dari sini ?...“
“ Ya…Dulu ketika sekolah, pagi sering mampir untuk sarapan “ jawabku
“ Ah….Benar benar aku lupa…..”
“ Aku yang pernah berkelahi di keroyok 4 orang, kalau bapak tidak memisahkannya, entah bagai mana nasibku waktu itu “
Pak Bugis hanya manggut manggut
“ Udah ingat belum Pak “ tanyaku lagi
“ Aku benar benar lupa Nak “ sambil menuangkan air panas kedalam cangkir kopi, diaduknya dengan sendok kayu lalu diletakkan didepanku.
Aku letakkan tasku dikolong tempat duduk, kutuang kopi panas itu ke piring kecil agar cepat dingin
“ Aku Mochtar pak “ jelasku, sambil meniup kopi dipiring kecil
“ Moochtar……Oh anaknya Puteh ?..”
“ Benar “
“ Benar benar sudah pikun sampai lupa pada ponakan sendiri “ geleng gelengkan kepalanya “ Dulu kamu kurus, mana bisa kubayangkan sekarang tubuhmu sekarang besar dan kekar, kemana aja kau ? Tinggal dimana ? anak berapa?.....”
Pak Bugis melotarkan pertanyaan bertubi tubi dan tidak bisa kujawab sekaligus
“Kerja di kota besar pak “ sahutku
“Kau pulang tepat pada waktunya, Ibumu lagi sakit, mau mengabarimu tapi tidak tahu kamu berada dimana” kata Pak Bugis, sambil menyodorkan pisang goreng kesukaanku.
“ Memang tak ada duanya pisang goreng ini, sampai ujung dunia pun sukar dicari “ sahutku bergurau
“ Makanlah sepuas puasnya kau mau “
“ Bagaimana kampung ini sekarang Pak ?....”
“ Makin sepi, yang muda-muda kekota, tidak mau pulang seperti kau “ Pak Bugis melirik padaku
“ Sekarang kan aku sudah pulan Pak “
“ Kau akan menetap disini ?..”
“ Belum tahu , lihat entar aja…” ujarku menyengkan hatinya
“ Kalu sudah ke kota, mana mau tinggal didesa yang sepi ini “ jawabnya sambil tersenyum “ oh ya sudah dua kali desa ini terjangkit wabah penyakit yang telah merenggut banyak nyawa, mula mula cacar, sekarang terjangkit penyakit aneh yang menyebabkan kematian dan anehnya yang terkena penyakitnya mati secara mengerikan. Tangan membesar dan membengkak, setelah mati dari kuku tangannya darah terus mengalir hiii…. ngeri “
Mendengar penjelasan Pak Bugis hatiku tergugah, oleh peringatan Guruku Di Batee yang mengatakan “ Jin si Blah Abin “ yang menyebarkan potongan tangan tangan Iblis dimana mana untuk merasuki tubuh manusia menuju kematian yang mengerikan
“ Kau masih ingat si Amat, sepupumu ”
“ Ia ingat Om “
“ Ia telah mati, tangannya membusuk, dan menguarkan darah tanpa henti, begitu juga yang lainnya, hampir separuh penduduk Desa ini mengalami hal serupa. Sekarang Ibumu terjangkit….kau dapat menyaksikannya sendiri betapa mengerikan, Aku kwatir akan dirimu nanti terkena juga “
“ Insya Allah aku bisa menjaga diri “
“ Cepatlah kau pulang, bawa ibumu berobat “ tegurnya
“ Iya deh Pak…semuanya berapa ? “
“ Udah ngga usah bayar “
Meskipun tidak mau dibayar kuselipkan selembar uang 50 ribuan dibawah gelas kopi. Lalu ku keluar kedai menuju rumahku
Orang orang yang kutemui dijalan, tidak ada yang mengenalku, mereka melihatku dengan heran. Kulihat kesibukan mereka bersawah, menarik kerbau untuk membajak sawah. Kulihat wajah mereka tanpa gairah dan penuh dengan kecemasan. Dan kulihat sekelilingnya sepi mencekam bagaikan desa yang dihantui kematian….

MERENGGUT IBUKU

Siang sepenggalah matahari, tiba di depan rumahku kulihat sudah tidak berpagar lagi, pagar bambu yang dulu ayah ku pasang mengelilingi rumah sudah tidak ada, halaman rumahku udah tidak terbatas lagi, rerumputan ilalang memanjang disana-sini, tidak bisa tahu halaman ku dan tetanggaku yang mana.
20 tahun yang lalu kutinggalkan rumah ini, adikku satu satunya yang benama Ida waktu itu usianya baru 5 tahun, dan sekarang ia telah menjadi janda muda, ditinggal mati suaminya, dialah yang merawat ibu yang sudah berumur 65 tahun, buat orang desa sini seusia nya sudah termasuk pikun. Ku bayangkan wajah ibuku yg diselimutin kriput. Teganya diriku meninggalkan ibu seorang diri, membiarkannya tertatih-tatih menjalani hidup seorang diri.
Ibuku merasakan keprihatinan manakala kehilangan menantu yang disayanginya…..Hatiku berkecamuk. Kulihat sekeliling rumah tidak terurus, rumah tanpa lelaki, merupakan kehidupan yang pincang..
Aku melangkah kan kaki memasuki halaman, perasaanku prihatin yang mendalam. Apa kata ibuku menyambut kehadiranku yang tidak diduga duga ini ????? Apa pula kata adik Ida akan kepunganku ini??? Justru kedatanganku saat ibu sakit parah. Aku langsung ke sumur di belakang rumah, menimba air, yang terbuat dari pelepah pinang sudah robek, sehingga sedikit air nya karena tumpah, kugunakan untuk mencuci tangan, muka dan kaki.
Tas kuletakkan di atas bale depan rumah. Didepan pintu aku terhenti sejenak, perasaanku tidak enak entah kenapa. Pintunya tertutup rapat, seperti tidak ada penghuninya didalam, ku ketuk beberapa kali, ngga ada jawaban lalu pintu yang terbuat papan belahan dua itu kudorong perlahan. Tangan ku masukan dari samping untuk menarik slot pintu., lalu dengan mudah pintu terbuka.
Ruang depan dengan lantai belahan bambu yang sudah tua dan reyot, bangku dan meja letaknya berantakan dan kotor, seperti sudah lama di tinggalkan, Aku terus keruang tengah keadaannya juga sepi. Hanya bunyi menciut dari lantai bambu yang ku injak.
Lalu aku menuju kamar, ibuku, baru saja aku melangkah, kulihat tubuh wanita tua, terkapar di atas sehelai tikar, disampingny ada sepiring nasi dan segelas air yang belum tersentuh.
Kain yang dipakainya tidak sebagai mana mestinya, sebagian terbuka dan kusut masai. Aku kenal betul wanita itu adalah ibuku….Lalu aku menubruknya “ Ibu aku pulang “.
Tidak reaksi apa apa, tubuhnya diam kaku dan dingin. Kudekatkan telingaku ke dadanya, tidak terdengar denyutan jantungnya, dan tidak kurasakan hembusan nafasnya.
“ Ya ALLAH….TUHANKU engkau telah mengambil ibuku, dengan kalimah MU La Illah Ha Illallah! “
Hatiku sejenak menjadi tegang dan pilu. Betapa tidak !!! Dia adalah ibuku yang melahirkan aku, sekarang terbujur kaku seorang diri dihadapanku dalam keadaan yang menyedihkan. Sekuat kuatnya ketabahan hati manusia, manakala menyaksikan semua ini, setetes air mata menetes juga.
Cepat kuseka air mata agar tidak jatuh mengenai tubuhnya, lalu kucium keningnya tanda perpisahan dengan ikhlas.
Aku bersyukur pada ALLAH menggerakkan langkahku pulang tepat pada waktunya, kedatangan ku masih sempat melihat ibuku meskipun telah terbujur kaku. Terpanggil kewajiban sebagai anak lelaki memikul keranda dan mengatar ke peristirahatan terakhir.
Ketika aku akan membetulkan kainnya yang menutupi tubuhnya. Aku sangat terkejut melihat kedua tangan ibuku begitu mengerikan, tangannya membengkak dan dari jari jemarinya menetes darah segar yang terus keluar, kulit luarnya bersisik seperti ikan. Aku teringat cerita Pak Bugis di kedainya.
Ibuku sendiri telah menjadi korban. Batinku
Segera kubenahi mayat ibuku, lalu kuambil kain panjang menutupi tubuhnya, terdengar suara orang masuk, lalu muncul dihadapanku. Ia adalah Ida Adiku, bersama seorang lelaki muda melihat aku sedang membenahi mayat ibu.
“ Ida “ tegurku “ Dari mana kau, kenapa kau tinggalkan ibu sendiri dalam keadaan sekarat “ bentakku.
Ida menjerit histeris, berlari memeluk mayat ibunya..
Aku mencegahnya “Aku Abangmu ! Tenanglah jangan menangis begitu ! “
Lelaki muda yang bersama Ida kebingungan mendengar raungan Ida yang menjadi-jadi.
“ Semua sudah ku rapikan, jangan bingung, ayo beritahu tetangga “ kataku pada lelaki muda itu, yang dengan cepat berlari dan menghilang.
Ida tidak kuat menghadapi kenyataan, kehilangan ibu yang di cintainya dan membesarkannya…..akhirnya tak sadarkan diri

HARUS DIBUANG

Tak lama kemudian tetangga pada berdatangan, heran melihat kedatanganku. Mereka menghubung-hubungkan kematian ibuku dengan kehadiranku, seperti sudah diatur. Kata Orang mataku mata bertuah, sempat melihat wajah ibuku yang terakhir kalinya.
Mereka bercerita padaku, bahwa desa ini sedang terjangkit wabah. Dalam dua bulan sudah tujuh yang meninggal, dalam keadaan yang sama !!!!......Tangan tangan mereka mengerikan !!!!
Tengah hari tepat pak Bugis datang melayat, ia termasuk orang tua yang disegani, karena dianggap tetua, ia mengaku diriku adalah keponakannya, padahal menurut silsilah, sama sekali tidak terikat family.
Ketika datang langsung memelukku, menyatakan rasa duka citanya yang mendalam sambil memberiku nasihat, agar aku ikhlas atas kepergian ibuku.
“ Kematian adalah suatu keharusan bagi setiap makhluk hidup. Tidak ada daya manusia untuk mencegahnya. Ibumu belum berapa lama menderita dan hari ini dia pergi. aku turut berduka dan sedih “ kata Pak Bugis
“ Ku harap siang ini juga bisa di kebumikan, supaya tidak terlalu menderita “ sahutku
“ Kau betul ! tidak baik mayat lama-lama tidak di kuburkan. Lebih cepat lebih baik “ ujar Pak Bugis
“ Tapi ada satu hal yang ku pikirkan pak ? “
“ Apa itu “
“ Yang kupikirkan kematian ibuku tidak wajar, tangannya mengerikan !!! “
“ Itu akibat wabah penyakit “ pak Bugis memilin kumisnya yang putih dengan ujung jarinya “ memang mengerikan ! Anggota keluarga yang ditinggalkan harus diselamatkan agar tidak mejadi korban berikutnya. Dengan cara memotong kedua tangan mayat yang terkena wabah itu “ lanjutnya
“ Di potong !!! “
“ Ya kedua potongan tangan itu harus di buang ke dalam Payah Puntong, untuk di persembahkankan kepada Ta’un yang memintanya. Kalau tidak dituruti wabanya akan terjangkit ke anggota keluarganya “
Aku jadi bergidik mendengar penjelasan pak Bugis…Aku tidak rela tangan ibuku harus dupotong, ibuku harus di kuburkan dengan tubuh yang sempurna “ Tidak !!! Tidak !!! tangan ibuku, apapun resikonya, akan kuterima “
“ Pendirianmu memang baik mochtar. Tapi wabah itu tidak bisa dihindarkan kalau ke dua tangan ibumu tidak di potong, seperti mayat mayat yang menjadi korban sebelumnya “ jelas pak Bugis
“ Tapi wabah masih juga merajalela “ tanyaku
“ Bagi keluarga yang sudah terkena dan memberikan potongan tangan mayat korbannya, keluarganya tak akan di ganggu lagi “ jawab pak Bugis
“ Tapi tidak dengan memotong tangan ibuku ! Terkutuk itu, pak Bugis “ sahutku keras.
“ Terserah padamulah, aku Cuma memberitahukan sebelum kau menyesal “
Ketika mayat ibuku dimandikan tidak seorangpun mau menjamahnya, takut tertular. Aku sendiri yang memandikannya.

MERAYAP KE KUBURAN ?

Sudah tiga malam aku menjaga kuburan ibuku, agar tidak diambil oleh orang jahil. Malam ke empat tidak terjadi apa apa, seperti malam-malam sebelumnya. Hutan kecil yang menjadi daerah makam, sunyi seyap.
Malam kelima, aku ditemani pria muda yang selama ini setia menemani adikku Ida. Pada mulanya ia tidak mau ikut karena takut, tetapi setelah kujelaskan, tidak ada apa-apa, baru ia mau ikut. Tepat tengah malam, ku lihat ia sudah mendengkur dengan menyandarkan tubuhnya di sebatang pohon. Dalam keadaan sepi, terdengar suara dengkurannya seperti traktor rusak. Bagiku tidur seperti itu sulit sekali, apa lagi dalam keadaan sepi seperti ini.
Tetapi tiba tiba mataku bagai tertekan kantuk yang tak bisa kutahan, bagaikan melayang layang antara sadar dan tidak, aku terbuai juga.
Entah berapa lama aku tertidur, ku terbangun ketika mendengar suara tangan mengorek-gorek tanah, ku kira hanya tikus tanah. Dalam gelap malam kulihat samar samar lelaki muda itu sedang menggali kuburan ibuku dengan tangannya, aku tidak dapat berbuat apa apa, karena lemas. Aku terperdaya oleh sesuatu yang aneh. Bagaikan mimpi tapi aku melihat jelas.
Begitu cepat ia menggali, lalu menarik keluar mayat ibuku, dibukanya kain kafan yang membungkus tubuh ibuku, lalu dipotong kedua tangan ibuku. Ditentengnya kedua potongan tangan ibuku. Lalu kulihat ia berhenti dalam gelap, telah ditunggu oleh seseorang yang tidak tampak jelas karena gelap. Yang tampak hanyalah bayangan hitam melayang layang diatas tanah. Setelah mengambil kedua potongan tangan ibuku dari anak muda itu, bayangan itupun menghilang. Lelaki muda itu tiba tiba jatuh terjerembab !!
Aku baru tersadar, memburu lelaki muda itu. Dia terkapar di tanah tida sadarkan diri. Bagaikan sedang tidur pulas dan suara dengkurnya masih terdengar seperti tadi, sebelum aku tertidur pulas.
Ku goyang goyangkan tubuhnya, ia tak bangun juga, lalu kutampar mukanya, baru ia sadar. Kutanyakan apa yang sudah dilakukannya. Ia bilang hanya tertidur. Lalu ia berteriak histeris begitu melihat tangannya berlumuran darah…..dan jatuh pingsan.
“ Terkutuk !!! “ aku menyumpah-nyumpah diriku, karena terpedaya Iblis yang mengambil ke dua potongan tangan ibuku.
Petangnya aku ke rumah Pak Bugis dan menceritakan apa yang terjadi semalam di kuburan ibuku. Dia manggut manggut mendengarnya, seolah mengejekku, karena tidak percaya padanya.
“ Sebelumnya sudah ku katakan, potong saja kedua tangan ibumu lalu buang kejurang, kau tidak mau menurut. Sekarang sudah terlanjur, mungkin musibah selanjutnya oleh anggota keluargamu “ kata pak Bugis
Darahku jadi panas, mendengar perkataan pak Bugis, bukannya member jaln padaku, malah menakutinku.
“ Ku anggap ini adalah kejahatan, pak Bugis ! tubuh manusia dari segumpal tanah, ya harus kembali ke tanah dengan seutuhnya. Tidak untuk dipersembahkan untuk Iblis atau Setan apapun. Aku tidak akan menerimanya sampai kapanpun, dan aku menantangnya “ kataku dengan nada keras
Pak Bugis tersenyum lirih “ Siapa yang akan kau tantang, Iblis itu ? “ tertawa mengejek “ Belum ada yang berani sepertimu di desa ini, karena semua orang takut akan akibatnya “

ADIKKU TERANCAM

Selepas Isya aku tiba dirumah, sebelumnya aku mampir ke surau untuk Shalat Magrib dan Isya.
Di dalam rumah kulihat adikku ida, sedang terserang demam panas secara tiba tiba. Belum sempat aku berbuat sesuatu, Ida dengan suara terbata-bata berkata “Bang…Aku…Ketularan…Bang”
Aku terdiam sambil menatap bingung.
“ Bang….Lihatlah….Tanganku…Bang” ida mengakat tanganya ke hadapanku.
Ku lihat bintik-bintik hitam dan merah
“ Ibu pada awalnya juga begini …..Aku takut Bang” Adikku menangis dan meratap memelukku.
Ku husap rambutnya “ Kau hanya demam biasa, adikku sayang” menenangkannya “ Tidak perlu cemas, aku punya obat penurun panas” ku papah adikku ke pembaringan “ duduklah disini sebentar, aku ambil obatnya” lalu ku berjalan ke kamarku mangambil obat, lalu kebelakang mengambil air minum.
“ Minumlah “ kuberikan obat dan air minum “ setelah itu istirahatlah “
Setengah jam kemudian, demamnya turun. Tapi bintik-bintik hitam di tangannya semakin banyak dan dari ujung kukunya mulai mengeluarkan sedikit darah. Aku yakin kalau adik terserang Ta’un Tangan Iblis terkutuk.“ Tidurlah, aku akan menjagamu”
Aku berusaha menyelamatkan Adiku dari gangguan Jin Si Blah Abin yang ganas itu. Kuberikan dia segelas air putih yang kucampur ramuan yang ku buat sendiri. Lalu dia tertidur nyenyak sekali. Ku pandangi wajah adikku, Biarpun sudah janda, wajahnya tetap ayu dan anggun sebagai gadis desa. Ku usap wajahnya 7 kali dan berdoa kepada Allah meminta perlindungan Nya dari godaan Setan yang terkutuk.
Kasihan adikku antara hidup dan mati. “Tidak….Adikku….Tidak boleh mati sekarang !.... Setelah ibuku masa adikku juga mati…..jahanam iblis itu” batinku
Lalu ku kebelakang mengambil air wudhu……..ku tekunin dalam-dalam, yang selalu terbayang wajah Pak Bugis !...terus menerus. “ Mengapa dia ?....” bisikku pelan. Kusalurkan kontak hening rasa, tapi selalu terbentur jaring-jaring yang menyelimutin Pak Bugis, menjadi penghalang kelancaran daya pancarku.
Jahanam….kau Pak Bugis kau rupanya kaki tangan Jin si Blah Abin, untuk menyebarkan wabah Ta’un di desa ini. Betapa terkutuknya kau bersekutu dengan Iblis. Aku menggeram gemas, Aku akan menuntut balas, atas kematian ibuku dan orang-orang Desa yang telah menjadi korbannya.
Sejam kemudian kemudian, ketika aku duduk di serambi rumahku, aku mendengar suara langkah kaki menaiki lalu mengetuk pintu. Aku tersentak “ Siapa tengah malam yang datang “ memandang kearah pintu, ketukan itu di ulang beberapa kali.
Lalu aku kedepan pintu dan membukanya…….Aku melompat kearah kanan mengelakan angin kencang menerjang masuk, tanpa wujud nyata. Bau amis dan busuk menusuk hidungku. Aku sadar yang masuk itu bukannya sekedar angin melainkan makhlu gaib. Ku perhatikan daun pintu melekat percikan lumpur, menyerupai potongan tangan, lalu pntu kututup rapat.
Ku teringat akan Adikku Ida yang sedang tertidur lelap dikamarnya, ku berlari menghapirinya. Ku lihat seluruh tubuh Adikku bergoyang-goyang kencang. Seperti menggigil kedinginan, matanya tertutup rapat. Tanganya menggapai-gapai.
“ Ida !...” seruku
Badannya semakin kencang bergetar. Bantal-bantal ku taruh ke tubuhnya, lalu kuselimutin kain. Kupegang ujung kakinya begitu dingin, ku perhatikan tangannya, bintik-bintik hitam dan merah tumbuh seperti jamur dan darah makin banyak keluar dari ujung-ujung kukunya.
Tak tega melihatnya lantas ku tangkap kedua tanganya yang menggapai-gapai. Tanganku serasa memegang agar-agar begitu lembut, tapi tidak pecah. Ku paksa kedua tangannya melipat menjadi satu. Aku mencoba mengatasi penderitaannya dengan sekuat upayaku yang ada. Aku ambil tiga helai daun sirih, kukunyah sampai menjadi sepah lalu kusemburkan ke tanganya. Dan pada saat itu pula Adikku menjerit melengking !....Kepalanya terangkat, matanya menatap ku bengis, dengan kasar dia meludahiku !....
Tantangannya membuat ku panas, tanganku bergerak cepat menamparnya keras, hingga dia tersandar di tembok. Dalam hatiku meminta maaf kepadanya, karena aku menamparnya dengan keras, tapi bukan maksudku begitu. Yang ku tampar adalah kekuatan gaib yang tersembunyi di balik wajahnya.
Adiku mulai sadar, lalu menangis terisak-isak.
“ Apa yang kau rasakan, dik ? “ tanyaku
“ Tanganku, Bang, rasanya seperti digigit ribuan semut merah….Aku tak…tahan sakitnya…..Bang….sakit sekali “ teriaknya
“ Tenanglah, jangan meronta ronta agar kau tidak kehabisan tenaga “ kataku “ Kau melihat sesuatu dalam mimpimu ? “ tanyaku.
Adikk menganguk “ Aku bagaikan dikerebutin oleh ribuan potongan tangan yang mengerikan, kadang menyambar dan mencakar diriku…Bang…Aku juga melihat ibu, mengajaku ikut bersamanya “ jelas Ida
“ Lalu kau mau ikut ?”
“ Aku tidak mau ikut Bang, tapi tangan-tangan jahat itu………” aku menutup mulutnya, agar dia tidak meneruskan ceritanya. Untuk tidak membuat dirinya terpengaruh oleh godan Iblis jahanam itu.
“ Kau harus istirahat ” lalu kuberikan segelas air putih, setelah diteguknya beberapa detik kemudian ia tertidur. Aku Teringat akan ucapan Pak Bugis pada saat ibuku meninggal, agar potongan kedua tangan ibuku dibuang kedalam Paya puntong. Menjadi perhatianku.
Lalu aku pergi ke tetanggaku untuk minta tolong menjaga Adiku, karena aku akan pergi ke Paya Puntong.
Paya Puntong, terletak dikaki bukit Melintang. Aku kenal tempat itu angker. Rawa-rawa itu tidak begitu luas, tetapi airnya keruh penuh dengan akar-akar pohon. Teringat aku akan masa kecilku, di Paya ini temanku Rahman tenggelam ketika mencoba mengambil jambu hutan yang terapung di atas air Paya, dan tubuhnya tidak pernah ditemukan. Dan setiap tahun, tempat itu selalu meminta korban manusia, sejak aku pergi entah sudah berapa banyak orang yang hilang.

MELAWAN SI TANGAN IBLIS

Malam ini juga aku bertekad, melacak Paya Puntong, untuk menolong adikku yang sedang menderita. Kuperhitungkan, pasti Jin Si Blah Abin yang menyebarkan wabah Ta’un Tangan Iblis, bernaung disana, menambah angker Paya Puntong.
Ku tempuh perjalan sulit, melalui sungai deras dengan batu-batu besar dan tebing curam dalam gelap. Pohon-pohon hutan yang lebat, sukar untuk dijamah manusia. Dengan tuntunan batin, akhirnya aku sampai di Paya Puntong yang angker. Malam ini begitu gelap dan dingin hingga menusuk tulang. Ujung kakiku menyentuh permukaan air, dengan cekatan, aku berdiri diatasnya.. Aku melayang ringan terbawa dorongan gaib dari tubuhku, menuju tengah Paya Puntong. Hingga aku menemukan onggokan tanah yang sudah rata dan berbatuan. Aku duduk diatasnya, kabut menyelimuti tubuhku, dan semilir angin membisik direlung hatiku, inilah tempat yang kucari. Aku tidak membuang-buang waktu, memasang Ilmu Hening Rasa, untuk berhubungan dengan penguasa Paya Puntong yang angker ini.
Tiba-tiba dedaunan di pucuk-pucuk pohon bergemerisik dilanda angin. Kebisingannya tergetar diujung telingaku. Air Paya yang tadinya tenang, bergerak berglombang, lalu bermunculan potongan-potongan tangan menggapai-gapai, banyak sekali, berlompatan bagaikan ikan, bau amis dan busuk sangat menyengat hidung.
Potongan-potongan tangan itu ada yang merayap di tanah sekitarku dan melayang-layang untuk menghapiriku, selang berapa detik kemudian telah mengerumuni diriku. Aku tidak percaya potongan-potongan tangan itu bias bergerak sendiri, tentu ada yang menggerakkannya. Pasti Iblis jahanam itu yang menggerakkannya.
“ Hai…Makhluk gaib kepada siapa aku harus berbicara ?... Tampakkan dirimu.” Aku membatin
Dua potong tangan yang kasar, besar dan menjijikan berhenti tepat dihadapanku, siap menerkamku.
“ Diam Jangan mendekat “ bentakku. Dan kedua potongan tangan itu terpancang diam dihadapanku.
Tiba-tiba air paya menghepas keras batu disisiku, lalu muncul wujud tengkorak dan kerangka manusia. Kutatap dengan kekuatan mataku, jelas terlihat wujud dari kerangka itu adalah wujud dari temanku dulu Rahman yang tengelam dalam rawa-rawa ini dulu. Tapi rangka yang lainnya aku tidak kenal. Kulihat betapa menderitanya jasmaninya diperbudak Iblis, “ Orang-orang yang malang “ batinku.
Tiba-tiba dari celah-celah Hutan, muncul sesosok tubuh. Entah darimana datangnya, Lalu kuperhatikan tubuh itu.
“ Ya…Tuhan !!!! Pak Bugis ?....” sapaku
Ia menatapku tajam “ Kau terlalu berani Mochtar !!! “ bentaknya “ Kau tentu tau akibatnya ! “ ancamnya.
“ jadi benar dugaanku, kau yang menyebarkan wabah di desa ini “ kataku
Pak Bugis tertawa sinis, tubuh dan wajahnya tegak kekar menantangku.
“ Kau tetua didesa ini, mengapa kau diperbudak Iblis? “ tanyaku.
“ Diam “ bentaknya, sambil maju meninju kearah mukaku.
Cepat aku hindari, kalau tidak mukaku remuk dibuatnya.
“ Jangan turut campur urusanku,” geram Pak bugis “ kalau kau mau selamat “
“ Aku tidak melawan pribadimu Pak Bugis, tapi Iblis jahanam yang ada di dirimu yang aku lawan “ jelasku “ Demi kedamaian desa ini, aku tidak bisa berdiam diri melihat kebejatan mu “
“ Tubuhmu akan kulumat “ tantangnya.
“ Sudah cukup banyak korban yang jatuh karena perbuatan mu Biadab, Tobatlah Pak Bugis!..”
Ia tidak menghiraukan anjuranku, memasang kuda-kuda lalu menyerangku membabi muda.
Aku melihat dibalik tubuh tua Pak Bugis, tersimpan tenaga yang luar biasa. Pukulan-pukulannya menyebabkan batu-batu yang terkena pecah berantakan dan pohon-pohon tumbang. Ia mempergunakan tenaga Iblis.
Kami bertarung bagaikan dua raksasa, sekeliling kami hancur berantakkan, pada suatu saat kugunakan ilmu kibasan kaki Naga, Pak Bugis terkejut menerima hentakkan lututku, ia tak sempat mengelak hingga mengenai rusuknya. Ia mengerang, dan tidak mengira aku mampu memberikan perlawanan sedahsyat itu.
“ Berdebah ! dari mana kau dapat ilmu itu “ gumanya sambil bergerak mundur.
Kulihat dari mulut dan hidungnya mengeluarkan darah segar.
Tiba-tiba ia mengeluarkan Ilmu karung Api, tanganya bagai mengayun-ngayun karung api menyerangku bertubi-tubi. Aku sekuat tenagaku mengelak, lama kami bertarung. Suatu saat tanganku terasa terbakar ketika terkena serangannya, aku bagaikan kehilangan seluruh tenagaku jatuh duduk di tanah.
“ Rasakan itu anak muda, ajal siap menjemputmu “
Ku dengar bisikan halus ditelingaku “ Gunakan pedang kilat naga “ tak lain adalah suara guruku Di Batee.
Kupejamkan kedua mataku, tepat pada saat tubuh Pak Bugis melesat menerjang kearahku, bagaikan kilat pedangku mengenai bahunya, hingga tangannya terlepas dari tubuhnya..
Pak Bugis mengerang dan menyumpah-nyumpah. Darah mengucur deras membasahi tubuhnya. Lalu ia melarikan diri lenyap dalam kegelapan.
Aku biarkan ia lari, Aku bersyukur Pada Allah telah menyelamatkanku. Sekitarku kini sunyi senyap, tidak terlihat lagi potongan-potongan tangan Iblis, yang terlihat disekeliling ku hancur berantakan.
Kuhampiri potongan tangan Pak Bugis yang tertebas oleh pedang kilat nagaku. Tangan itu masih bercucuran darah segar, pada pergelangan tangannya melilit sebuah gelang akar bahar yang menyerupai Iblis. Aku yakin itu dalah wajah Jin Si Blan Abin.
Aku tahu, kemampuan Pak bugis terletak pada gelang ini, Aku bungkus tangannya dengan kain sarung dan kubawa pulang.
Ketika tiba di rumah, kulihat adikku Ida masih tertidur pulas, kulihat tetanggaku yang menemani adikku juga tertidur di lantai.
Ku lepas gelang akar bahar dari pergelangan potongan tangan Pak Bugis, ku lap dengan kain hingga bersih, lalu kuoleskan dengan 2 lembar daun sirih yang telah ku remas-remas hingga hancur. Lalu gelang itu kumasukkan ke ke dalam sebaskom air, kemudian kumasukkan kedua tangan adikku. Tiba-tiba saja penyakitnya lenyap.
Pagi hari aku datang ke rumah Pak Bugis, kedainya tertutup rapat, aku menemuinya di dalam ruangan tertutup dan bau amis darah menyengat, kulihat Pak Bugis mengalami sakit yang teramat sangat dan bahunya masih menguluarkan darah segar.
Ia melihatku kecut, “ maafkan aku Mochtar, aku orang yang paling banyak dosa, apakah Allah akan mengampuninku ?...” katanya sedih.
Potongan tangannya kukembalikan ke tubuhnya, tapi gelang itu aku simpan.
“ Aku tidak bisa hidup tanpa gelang itu “ katanya terbata-bata “ Punahkan gelang itu “
Keadaan Pak Bugis sudah dalam keadaan sekarat !!! terlihat sangat menderita, suatu kutukan mengiringi kepergiannya.
Aku mendekatkan mulutku kekupingnya dan berbisik perlahan sebagai kata perpisahan dengan dunia fana ini. “ sebutlah Nama Allah, LA ILAHA ALALLAH ! “
Perlahan-lahan matanya terkatup rapat, dan tubuhnya tidak bergerak lagi. Lenyaplah sebuah kemungkaran yang melanda desaku.

Nantikan kisah selanjutnya dari seorang pemuda bernama Mochtar...... yaitu :

PENAKLUK SETAN
Ini adalah awal cerita petualangannya.....


Read more »